Rombongan Presiden Sukarno Mengunjungi Lereng Gunung Kelud Blitar Tahun 1951

Dijual Buku Antik dan Langka

Rombongan Presiden Sukarno Mengunjungi Lereng Gunung Kelud  Blitar tahun 1951
Rombongan Presiden Sukarno mengunjungi lereng Gunung Kelud sisi Blitar tahun 1951

Nukilan pidato Bung Karno di bawah ini menggambarkan posisi geografis Gunung Kelud dalam ingatan Bung Karno.

Bung Karno mengucapkan pidato di bawah ini pada Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta, 30 September 1965.

Itu berarti pada hari yang sama ketika malamnya terjadi Gerakan 30 September hingga berlanjut 1 Oktober 1965 dini hari.

Berikut nukilan pidato Bung Karno, dikutip dari buku Revolusi Belum Selesai terbitan 2005 yang merangkum transkrip pidato Presiden Soekarno sejak dan setelah 1965.

Aku ceritakan kepadamu, he saudara-saudara, satu contoh kataku, beberapa tahun yang lalu atau beberapa puluh tahun yang lalu, ada bagian alam di Jawa Timur yang selalu membikin susah kepada kita. Yang aku maksudkan ialah Gunung Kelud, utara dari Blitar (di Blitar ada wilayah Kota dan Kabupaten sejak zaman Belanda, redaksi). Di Blitar, di lor-nya Blitar ada gunung api yang namanya Gunung Kelud.

Ini Gunung Kelud bukan main, gunung yang nakal sekali. Boleh dikatakan, tiap-tiap 18 tahun sekali, tiap 20 tahun sekali, dia meledak. Dan jikalau meledak, dia membuat mendidih air telaga yang dekat kawah Gunung Kelud itu. Sini kawah apinya, di sebelah kawah api itu ada telaga, telaga penuh dengan air.

Kalau ini kawah api sedang meledak, artinya sedang berapi, sang api ini membuat air di dalam telaga itu mendidih dan meluap-luap sehingga air ini lantas keluar daripada telaga, tumpah, turun ke bawah, menjadi apa yang dinamakan lahar panas.

Dari puncak Gunung Kelud ke bawah dengan kecepatan yang lebih cepat daripada kereta api, Saudara-saudara. Menghanyutkan desa-desa, rumah-rumah, manusia-manusia, kerbau, sapi, kambing ayam, hancur, sama sekali hancur, terhanyut oleh lahar panas ini. Dan itu terjadi boleh dikatakan tiap-tiap 18, 19, 20 tahun, 21 tahun.
Bung Karno di lereng Gunung Kelud sisi Blitar tahun 1951 
Kewajiban kita untuk menundukkan alam ini, jangan sang Gunung Kelud ini selalu menjadi musuh kita yang membikin mati daripada kita, mengancurkan desa-desa kita, menghancurkan ternak kita.

Otak insyinur bekerja, Saudara-saudara, bagaimana? Bagaimana?

Otak insyinyur berkata, ini lahar, namanya lahar. Air mendidih yang dari puncak Kelud turun ke bawah. Lahar ini keluar dari telaga. Telaga ini mendidih dan meluap-luap karena kepanasan api yang keluar dari kawah Kelud. Jadi kalau umpamanya tidak ada telaga ini, tidak akan ada lahar. Pikiran insinyur begitu.

Ini air ini harus dikeluarkan, harus dibuang, suapaya kalau api keluar, dia tidak mendidih, dan tidak meluap-luap, dia tidak membikin celaka kepada manusia di lereng gunung itu.

Apa daya. Gampang buat insinyur. Insinyur membuat terowongan, dibor, Saudara-saudara. Telaga itu tentu mempunyai, apa itu, mempunyai tebing-tebing, mempunyai wadah air itu, seperti periuk Saudara-saudara, ini dibor, dibor dengan terowongan, bahasa asingnya canal. Sehingga lantas air ini keluar dari canal, terowongan ini, terbuang, sehingga telaga ini boleh dikatakan hampir kosong, tinggal sedikit.

Nah, ternyata di dalam tahun 1953, tatkala di dalam tahun 1953 itu buat kesekian kalinya Gunung Kelud meledak, api muncrat-muncrat, tetapi karena telaga ini kosong atau hampir kosong, tidak terjadi lahar. Dan di dalam peledakan Gunung Kelud tahun 1953 itu hanya 7 orang manusia mati.

Dulunya, saya mengalami sendiri, tahun 1919, yang mati berapa? Satu kali lahar turun itu, 6.700 manusia, sekian ribu kerbau, sekian ribu sapi, sekian ribu kambing, sekian ribu rumah, hancur-lebur sama sekali, dan sekian ribu hektare sawah tidak bisa ditanami lagi.

Karena sang sawah yang tadinya tanah subur, sesudah dilanda oleh lahar itu, sang sawah ini kemudian tertutup pasir yang lebih tebal dari setengah meter. Sekarang sesudah otak teknik mengebor telaga ini, Saudara-saudara, bahaya lahar boleh dibilang hilang sama sekali (istilah otak teknik atau otak insinyur ini sebenarnya mengacu pada upaya pengeboran sejak zaman Belanda tetapi Bung Karno tidak menyebutkannya, redaksi).

Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2015/08/18/kata-bung-karno-gunung-kelud-di-blitar

Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Rombongan Presiden Sukarno Mengunjungi Lereng Gunung Kelud Blitar Tahun 1951

Posting Komentar